Kamis, 17 Mei 2012

THANKS FOR THE GEN


“Tahukah anda?
Stadion Gajayana Malang, adalah stadion tertua yang di miliki Indonesia.
Di bangun pada 1924”
Demikianlah kalimat penutup pada acara reality show tengah malam ini.

Anganku langsung terbang ke suatu desa di pelosok perbatasan Jawa Tengah – Jawa Timur pada tahun 70-an. Keluarga miskin dengan jumlah anak persis selusin. Menjalani  hari dengan sangat berat. Untuk makan saja sulit. Menunggu ibu membagi sebutir telur rebus untuk dibagi kepada anak – anaknya adalah agenda yang istimewa. Kadang malah anak yang lebih tua mesti mengalah pada yang lebih muda jika telurnya terlalu kecil. Belum tentu juga itu hadir setiap hari, apalagi lauk yang lebih enak. Mungkin tak terbayangkan lagi.
Belum lagi tentang pakaian yang layak, apalagi sekolah. Begitulah adanya, namun hidup terus barlanjut dan waktu terus bergulir. Dunia punya berjuta alasan untuk menyerah, namun dunia menyisipkan beribu jalan untuk terus melaju. Dunia menggiring kelurga itu pada kondisi terpojok dan rentan menyerah.
Gajayana, menyimpan sukses kecil seorang anggota kelurga besar. Kejayaan yang direnggut. Rukini muda, menjalani lomba marathon trans gender. Seorang cewek, bertubuh kecil, dari keluarga tak mampu mengadu tekat dengan segala kesiapan, kelengkapan, dan kepercayadirian semua lawan. Langkahnya yang sempit, ternyata tak membuat ciut nyalinya. Satu persatu latar belakang yang membebaninya berangkat ke Malang, mutlak terlewati sebagaimana dia melewati semua lawannya. Sampai  akhirnya tinta emas mencatat namanya.
Juara dengan segala kekurangan tentu sangat membuatnya sangat bergelora. Namun, cerita dunia tak selalu seindah apa yang kita mau. Gajayana geger. Tawur. Huru – hara. Tak jelas pangkalnya. Semrawut. Semua atlet cari aman, tak terkecuali rukini. Lari kalang kabut. Piala hilang. Hadiah uang tunai tak diberikan. Pulang dengan status juara namun tak membawa  bukti apa – apa.
Memang tidak ada piala yang dipajang. Tidak juga uang yang disimpan. Tinggal cerita yang tersisa. Cerita yang dirawatnya. Cerita yang coba digoreskan pada buah hatinya. Cerita yang diharap mampu membangun mental bertanding. Bertanding tanpa memperdulikan siapa saya, darimana saya berasal, dan bagaimana hasilnya.Terus bertanding sampai batas akhir.
Ibu pergi, bertanding, dan menang. Maka, seharusnya pantang bagiku untuk menyerah. THANKS FOR THE GEN, MAMA.